Senin, 08 Februari 2010

6. PENGERTIAN DOA

KAJIAN KITAB AL – HIKAM
Karya : Syekh Ibnu Athaillah

6. PENGERTIAN DOA

Janganlah karena lambatnya masa pemberian allah kepadamu, padahal kamu telah bersungguh-sungguh berdoa, membuat kamu berputus asa, sebab allah menjamin untuk menerima semua doa, menurut apa yang dipilih-nya untuk kamu, tidak menurut kehendak kamu, dan pada waktu yang ditentukan-nya, tidak pada waktu yang kamu tentukan

Apabila kita ingin mendapatkan sesuatu, baik urusan duniawi maupun urusan ukhrawi maka kita akan berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Jika usaha kita tidak mampu mencapai apa yang kita inginkan, kita akan meminta pertolongan kepada orang yang dianggap mampu memberi bantuan. Jika mereka juga tidak mampu membantu kita untuk mencapai hajat yang kita inginkan, maka kita akan memohon pertolongan Allah, menengadahkan tangan berdo’a sepenuh hati kadang sambil air mata bercucuran dan suara yang merayu-rayu menyatakan permohonan kepada-Nya. Selagi keinginan kita belum tercapai selagi itulah kita bermohon dengan sepenuh hati. Tidak ada kesukaran bagi Allah untuk memenuhi keperluan kita. Sekiranya Dia mengaruniakan kepada kita semua khazanah yang ada di bumi dan langit maka pemberian-Nya itu tidak sedikit pun mengurangi kekayaan-Nya. Seandainya Allah menahan dari memberi maka tindakan demikian tidak sedikit pun menambahkan kekayaan dan kemuliaan-Nya. Jadi, dalam soal memberi atau menahan tidak sedikit pun memberi pengaruh kepada keTuhanan Allah. Ketuhanan-Nya adalah mutlak tidak sedikit pun terikat dengan kehendak, doa dan amalan hamba-hamba-Nya.

Dan Allah berkuasa melakukan apa yang di kehendaki-Nya.
( Ayat 27 : Surah Ibrahim )


Semuanya itu tunduk di bawah kekuasaan-Nya.
( Ayat 116 : Surah al-Baqarah )


Ia tidak boleh ditanya tentang apa yang Ia lakukan, sedang merekalah yang akan ditanya kelak. ( Ayat 23 : Surah al-Anbiyaa’ )

Sebagian besar dari kita kadang tidak sadar bahwa kita “mensyirikkan” Allah dengan doa dan amalan kita. Kita jadikan doa dan amalan sebagai kuasa penentu atau setidak-tidaknya kita menganggapnya sebagai mempunyai kuasa tawar menawar dengan Allah, seolah-olah kita berkata, “Ya Allah, Aku sudah membuat tuntutan maka Engkau wajib memenuhinya. Aku sudah beramal maka Engkau wajib membayar upahnya!” Siapakah sebenarnya yang berkedudukan sebagai Tuhan, kita atau Allah? Sekiranya kita tahu bahwa diri kita ini adalah hamba maka berlagaklah sebagai hamba dan jagalah sopan santun terhadap Tuan. Hak hamba ialah rela dengan apa juga keputusan dan pemberian Tuannya.

Doa adalah penyerahan bukan tuntutan. Kita telah berusaha tetapi gagal. Kita telah meminta pertolongan makhluk tetapi itu juga gagal. Apa lagi pilihan yang masih ada kecuali menyerahkan segala urusan kepada Allah yang di Tangan-Nya terletak segala perkara. Serahkan kepada Allah dan tanyalah kepada diri sendiri mengapa Allah menahan kita dari memperoleh apa yang kita inginkan? Apakah tidak mungkin apa yang kita inginkan itu bisa jadi mendatangkan mudarat kepada diri kita sendiri, hingga lantaran itu Allah Yang Maha Penyayang menahannya? Bukankah Dia Tuhan Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang lagi Maha Mengetahui.

Bukankah Allah yang menciptakan seluruh makhluk itu mengetahui (segala-galanya)? Sedang Ia Maha Halus urusan Pengaturan-Nya, lagi Maha Mendalam Pengetahuan-Nya. ( Ayat 14 : Surah al-Mulk )
Dialah yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, (dan Dialah jua) yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. ( Ayat 18 : Surah at-Taghaabun )

Apa saja ayat keterangan yang Kami mansuhkan (batalkan), atau yang Kami tinggalkan (atau tangguhkan), Kami datangkan ganti yang lebih baik daripadanya, atau yang sebanding dengannya. Tidakkah engkau mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu? ( Ayat 106 : Surah al-Baqarah )

Allah Maha Halus (Maha Terperinci Maha Mendetail), Maha Mengerti dan Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Allah yang bersifat demikian menentukan buat diri-Nya apa saja yang Dia batalkan digantikannya dengan yang lebih baik atau yang sama baik. Dia mampu berbuat demikian karena Dia tidak bersekutu dengan siapapun dan Dia Maha Berkuasa.

Seorang hamba senantiasa memerlukan pertolongan Allah. Apa yang diinginkan dan diharapkannya disampaikannya kepada Allah. Semakin banyak keinginannya semakin banyak pula doa yang disampaikannya. Kadang-kadang berlaku satu permintaan berlawanan dengan permintaan yang lain atau satu permintaan itu menghalang permintaan yang lain. Manusia hanya melihat kepada satu doa tetapi Allah menerima kedatangan semua doa dari satu orang manusia itu.

Manusia yang dikuasai oleh hati, jiwanya berbolak-balik dan keinginan serta keperluannya tidak menetap. Allah yang menguasai segala perkara tidak berubah-ubah. Manusia yang telah meminta satu kebaikan boleh jadi meminta pula sesuatu yang tidak baik atau kurang baik bagi dirinya. Allah yang menentukan yang terbaik untuk hamba-Nya tidak berubah kehendak-Nya. Dia telah menetapkan buat Diri-Nya:
Bertanyalah (wahai Muhammad): “Milik siapakah segala yang ada di langit dan di bumi?” Katakanlah: “(Semuanya itu) adalah milik Allah, Ia telah menetapkan atas diri-Nya memberi rahmat.” (Ayat 12 : Surah al-An’aam )
Orang yang beriman selalu berdo’a :

“Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab neraka”. ( Ayat 201 : Surah al-Baqarah )
Hamba yang mendapat rahmat Allah menerima dan menjadikan doa di atas sebagai induk segala doa-doanya. Doa yang telah diterima oleh Allah menyaring doa-doa yang lain.

Jika kemudian si hamba meminta sesuatu yang mendatangkan kebaikan hanya kepada penghidupan dunia saja, tidak untuk akhirat dan tidak menyelamatkannya dari api neraka, maka doa induk itu menahan doa yang datang kemudian. Hamba itu dipelihara dari sesuatu yang menggerakkannya ke arah yang ditunjukkan oleh doa induk itu. Jika permintaannya sesuai dengan doa induk, dia akan dipermudahkan mendapat apa yang dimintanya itu.

Oleh sebab do’a adalah penyerahan kepada Yang Maha Penyayang dan Maha Mengetahui. Menghadaplah kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya serta ucapkan, “Wahai Robb Yang Maha Lembut, Maha Mengasihani, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, aku adalah hamba yang bersifat tergesa-gesa, lemah dan jahil. Hamba mempunyai keinginan tetapi hamba tidak tahu akibatnya bagi diri hamba, sedangkan Engkau Maha Mengetahui.

Sekiranya yang hamba inginkan ini baik akibatnya bagi dunia dan akhirat hamba dan melindungi dari api neraka maka karuniakanlah ia kepada hamba pada saat yang baik bagi hamba untuk menerimanya. Jika kesudahannya buruk bagi dunia dan akhirat hamba dan mendorong ke arah neraka, maka jauhkan ia dari diri hamba dan cabutkanlah segala keinginan terhadapnya. Sesungguhnya Engkaulah Tuhanku Yang Maha Mengetahui dan Maha Berdiri Sendiri”.

Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dirancangkan berlakunya, dan Dialah juga yang memilih (satu-satu dari makhluk-Nya untuk sesuatu tugas atau keutamaan dan kemuliaan); tidaklah layak dan tidaklah berhak bagi siapapun memilih (selain dari pilihan Allah). Maha Suci Allah dan Maha Tinggilah keadaan-Nya dari apa yang mereka sekutukan dengan-Nya. { Ayat 68 : Surah al-Qasas }

Bersambung.............

Sumber :
http://pencaricintaillahi.blogspot.com/2009/01/kajian-kitab-al-hikam-karya-syekh-ibnu.html
Teks asli bisa diakses di sini : http://alhikam0.tripod.com/