Kamis, 11 Februari 2010

Menjiwai bacaan Laa ilaaha illalloh

Menjiwai bacaan Laa ilaaha illalloh
Sumber : Buku La Tahzan (KH Choir Affandi)

Ada diantara para salikin, yang menjiwai bacaan tahlil (Laa ilaaha illalloh) dengan beberapa makna yang terdapat dalam kata setelah huruf Laa. Menurut ilmu nahwu, kata yang terletak setelah huruf la linafi al-jinsi itu harus selalu di buang.

Oleh sebagian salikin, kata yg dibuang itu diperkirakan ada 4 kata, yaitu :
1. Laa ilaaha maujudun illalloh
2. Laa ilaaha ma’buudun illalloh
3. Laa ilaaha mathluubun illalloh
4. Laa ilaaha maqshuudun illalloh


Lalu kalimat itu dipakai dalam zikir lisan, lafal ‘ilaaha’ dibuang karena hatinya telah yakin kepada Alloh. Hatinya telah mencapai ma’rifat. Ia merasa bahwa dirinya telah menghadap Alloh.

1. Laa maujuda illalloh

Tiada yang maujud, tidak ada yang dapat ditemui, tidak ada yang ADA secara hakiki, kecuali Alloh. Yang wujud (ada) selain Alloh itu hanyalah semu. Semua yang ada di dunia mulai dari kemunculannya kelak akan menghilang. Sedangkan Alloh tidak akan pernah hilang, selamanya ‘ada, ‘ada’ yang hakiki.

2. Laa ma’buda illalloh


Tiada yang berhak diibadahi dengan nyata, disembah, dipuja dan dipuji selain Alloh. Jangan pernah beralih sedikitpun menyembah kepada selain Alloh. Atau percaya bahwa ada yang berhak disembah selain Alloh. Yang demikian itu dinamakan musyrik. Yang selalu disembah tapi bukan Alloh itu tidaklah wujud (ada).

3. Laa mathluba illalloh

Tiada yang berhak dipatuhi dan ditaati perintah serta larangan-Nya selain Alloh. Jalan yang dipakai haruslah jalan Alloh serta menuju kepada-Nya. Segala sesuatu haruslah memakai petunjuk Alloh yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, serta bertujuan karena Alloh demi melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan kata lain , semua urusan haruslah memakai pedoman agama islam, memegang teguh syariat-Nya, dan taqwa yang sebenar-benarnya. Jika seseorang beribadah kepada Alloh dengan cara yang tidak sesuai dengan al Qur’an dan sunnah, berarti ia akan sesat. Seperti, memberikan sesaji kepada sesuatu yang gaib, atau membaca mantra-mantra yang isinya bukan bacaan dzikir. Meskipun niatnya menyembah Alloh, kalau caranya salah, tetaplah sesat.

4. Laa maqshuda illalloh


Tiada yang berhak dituju dan berhak dimintai ridho-Nya selain Alloh. Bukan untuk mengejar urusan dunia, ingin mendapatkan pangkat dan kedudukan, mengharapkan wibawa dan penghormatan, bukan pula ingin mendapatkan harta dan wanita. Akan tetapi, itu semua hanya dilakukan dalam rangka ibadah semata, bekerja dengan ikhlas karena Alloh, dan ingin diridhoi oleh-Nya.

Melalui bacaan dzikir yang empat itu, lalu dihayati, difokuskan ke dalam pikiran, dan berkonsentrasi.

Maka ketika mengucapkan laa maujuda illalloh, diikrarkan dalam hati bahwa, ‘disini, begini, saat ini, aku adalah hasil ciptaan Alloh’. Artinya, di tempat ini, dalam perilaku dan perbuatan ini, dan pada saat ini (sekarang, yang sedang dilalui) terasa dalam hati bahwa aku sedang ada dalam takdir Alloh. Aku tidak berkuasa, tiada daya dan upaya selain digerakkan oleh Alloh.

Ketika mengucapkan Laa ma’buda illalloh, diikrarkan dalam hatinya, ‘dalam qudrat ini aku mengabdi kepada Alloh’, artinya, dalam perlakuan Alloh ini, sekarang yang sedang berlangsung, aku serahkan pengabdianku kepada-Mu. Aku menyembah dan beribadah kepada-Mu.

Ketika mengucapkan Laa mathluba ilalloh, diikrarkan dalam hatinya, ‘perbuatan ini dilakukan karena perintah Alloh’, Artinya, bahwa dalam takdir dan kekuasaan Alloh yang sekarang sedang dialami, aku beramal dan beribadah kepada-Mu. Sebab, tiada perintah dan larangan yang berhak untuk ditaati selain dari-Mu. Semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh-Mu.

Ketika mengucapkan Laa maqshuda illalloh, diikrarkan dalam hatinya, ‘aku melakukan perbuatan ini karena mengharap ridho Alloh’, artinya, aku mengerjakan perbuatan ini, ibadah ini, dan perintah-Mu yang ini, tiada yang dimaksud dan tiada yang diharapkan kecuali keridhoan-Mu. Tidak ada yang aku harapkan selain ridho-Mu. Sebab, takdir apapun yang menimpaku, pastilah ia kehendak-Mu dan kasih sayang dari-Mu. Meskipun berupa cobaan atau siksaan, asalkan semuanya berada dalam bingkai ridho-Mu.

Jika segala sesuatu dalam bingkai keridhoan Allah, tidak ada yang terasa pahit, sakit, atau pusing, karena Alloh itu Maha Baik kepada hamba-Nya, Maha Pengasih, dan Maha Pemurah, Alloh itu Rahman dan Rahim.

Setelah mengikrarkan empat zikir tadi, para salikin mengikrarkan juga :
“Dengan menyebut Nama Alloh. Kami bertawakal kepada Alloh. Tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin Alloh. Aku meminta ampunan dari Alloh Maha Besar. Dan aku bertobat kepada-Mu.”

Jika kalimah thoyibah ini diikrarkan seperti yang dilakukan oleh para salikin, yaitu diikrarkan setiap kali memulai perbuatan baik, pada setiap bangun tidur, setiap mau pergi ke pasar, ke kantor, ke sawah, ke pabrik, ketika mau membuka toko, mengaji, belajar, memulai rapat, membuka cara, maka semua perbuatan kita – insya Alloh – berada dalam bingkai ridho Alloh, dilindungi oleh-Nya, dikabulkan segala niat dan amalnya oleh Alloh, dimasukkan kepada amal yang maqbul (diterima). Dengan membacakan ikrar ini, amalnya akan menjadi terasa sangat khusyuk.

Dan ketika seseorang mendapatkan kegagalan
, seperti rugi dalam berdagang, sawah terkena hama, sulit membaca al-Quran, tertipu atau terzalimi oleh orang lain, maka meski penghasilan di dunia tidak ada, nilai akhiratnya telah diperoleh dari keikhlasan, amal, tawakal, dan pekerjaan yang dilakukan sungguh-sungguh karena Alloh. Akhirnya tidak akan rugi. Sebab, ketika hendak berdagang, ia berikrar bahwa kegiatan berdagangnya dilakukan semata-mata karena Alloh, atas perintah-Nya, dan ingin mendapat ridho-Nya. Menurut orang tsb, saat ini ia rugi, tidak mendapat untung. Padahal keuntungan akherat sudah lebih besar.